Dalam kitab al-fiqh ala al-madzahib al-arba'ah dikatakan,
Madhab
Maliki dan Syafii sepakat bahwa keberadaan wali adalah rukun dalam
pernikahan. Setiap pernikahan yang terjadi tanpa kehadiran
wali atau penggantinya maka pernikahannya batal.
Seorang wanita tidak bisa melaksanakan akad nikahnya sediri dengan
alasan
apapun, sama saja apakah ia sudah dewasa atau belum, berakal atau tidak,
kecuali dia adalah seorang janda yang
tidaklah sempurna pernikahannya dengan
tanpa izin dan kerelaannya.
- Apakah seorang wali nikah itu harus laki-laki?
Madhab Syafii, Maliki dan Hambali sepakat bahwa wali nikah harus
laki-laki, maka tidak sah perwalian
seorang perempuan dalam kondisi apapun
Lain
halnya dengan pendapat hanafiyah, mereka berpendapat bahwa seorang
wanita bisa saja menjadi wali seorang anak yang masih kecil atau orang
yang dimata hukum sama kedudukannya dengan anak-anak, namun itupun kalau
memang tidak ada wali yang laki-laki
Namun
menurut pendapat Malikiyah bahwa seorang wanita bisa menjadi wali hanya
bila ia mendapat wasiat , pemilik budak atau yang
memerdekakan, dan merekapun berpendapat bahwa seorang perempuan yang
mengurus (anak yang mau nikah) bisa menjadi wali juga, namun itu tidak
serta-merta ia bisa melaksanakan akad sendiri, ia harus mewakilkan pada
seorang
laki-laki untuk melaksanakan akad tersebut.
Dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di katakan
Pasal 20
(1) yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi sarat hukum Islam yakni, muslim, aqil dan baligh..
(2) Wali nikah terdiri dari :
a. Wali nasab
b. wali hakim
0 komentar:
Posting Komentar